Friday, December 4, 2015

Cerita : Siapakah Dirimu Kawan ?


Harun, ia seorang Mahasiswa salah satu perguruan tinggi ternama di Negeri ini. Harun bukanlah anak orang kaya, ia berasal dari keluarga sederhana yang tinggal di kampung nan jauh disana. Jauh sekali. sangat jauh. Mendaki gunung menuruni lembah. Belok kanan belok kiri apalagi sambil jalan kaki, pokoknya sangat melelahkan... hehehe. Ayah Harun hanyalah seorang tukang becak dengan penghasilan cukup untuk makan sehari-hari, sedangkan ibunya adalah seorang buruh cuci. Ia merantau ke kota dengan bermodalkan semangat untuk merubah kondisi keluarganya. Harun merupakan pelajar penerima beasiswa karena kecerdasannya di bidang matematika. Ia pernah menjadi juara matematika tingkat provinsi. Pemerintah mengapresiasi kejeniusan Harun dengan memberikan beasiswa.

Pada masa perkuliahan, Harun tak sendiri. Ia mempunyai seorang sahabat karib yang sangat baik hati bernama Asman. Sama seperti Harun, Asman juga mahasiswa perantauan. Bedanya, Harun dibiayai oleh uang negara, sedangkan Asman harus berjuang sendiri untuk membiayai kuliahnya. Dunia memang serba membingungkan. Di saat banyak Mahasiswa yang ingin cepat lulus agar cepat berkerja, namun di sisi lain ada orang yang rela bekerja agar bisa tetap kuliah. Itulah Asman, sedari kecil sudah diajarkan tentang kerasnya hidup. Sejak SD sepulang sekolah Asman selalu pergi ke pasar untuk menjadi kuli angkut.

Keseharian Harun dan Asman selalu dilakukan bersama. Baik saat kuliah, makan bersama, belajar kelompok, main, keluyuran, iseng, sholat jamaah di masjid, dan mengaji setiap minggunya, atau berenang di sebuah kolam irigasi persawahan untuk mengisi waktu luang. Hanya ada satu aktivitas yang jarang mereka lakukan bersama yaitu tidur. Lokasi kos tempat tinggal mereka berbeda. Asman teman terbaik bagi Harun, begitupun Harun adalah sahabat terbaik bagi Asman. Suka duka mereka lalui bersama. Mereka bagaiakan Si kembar Tak Serupa. Dimana ada Harun disitu ada Asman, sebaliknya dimana ada Asman disitu ada Harun. Bahkan suatu ketika Asman rela ketinggalan ujian hanya karena menjemput Harun karena sepedanya bocor di tengah jalan. Sungguh sebuah persahabatan yang sangat indah dimana suka dan duka dilalui bersama. Jika salah satu dari mereka jatuh, maka yang lain harus tetap berdiri agar bisa menjadi pegangan bagi yang lainnya.

Siang itu matahari bersinar begitu terik. Panasnya seakan menusuk tajam ke dalam tenggorokan. Kering. Kesibukan dan hingar bingar kota menambah rasa gerah. Dompet hitam kecil itu tak ada isinya. Kosong. Hanya ada beberapa lembar kartu identitas. Ya, beberapa minggu ini keadaan keuangan mereka berdua sedang dalam kondisi terburuk. Uang beasiswa Harun yang menjadi sumber penghidupan untuk membeli kebutuhan sehari-hari belum juga turun. Begitupun Asman hasil jualan kue keringnya beberapa hari ini sangat sepi, bahkan barang dagangan yang masih tersisa terpaksa dibuang karena sudah membusuk dan tak layak makan. Sepulang dari kampus dengan wajah putus asa dan perut yang sangat lapar mereka berhenti disalah satu warung makan, berharap ada keajaiban yang dapat membuat mereka bisa makan dengan gratis, setidaknya sepiring nasi putih dan segelas air saja sudah cukup bagi mereka.

“Kau lapar tak ?”. Tanya Asman

“Iya, aku lapar”. Jawab Harun dengan nada lemas

“Bagaimana kalau kita masuk ke warung itu“. Saran Asman kepada Harun

“Tapi, kita kan tidak ada uang. Gimana cara bayarnya dan aku juga tak mau dikatakan pengemis”. Jawab Harun ragu.

“Aku pun begitu, kawan. Tapi apa boleh buat, kita masuk saja semoga bisa dibayar bulan depan. Intinya kita beli cuma bayarnya belakangan”.

“Maksudmu kita hutang ?”.

“Bukan hutang tapi bayar besok”. jawab Asman sambil tertawa.

“itu sama saja. Baiklah, untuk kali ini aku setuju”.

Sesampainya di depan pintu warung, Pak Yono, lelaki paruh baya pemilik rumah makan menyambut mereka dengan lembut.

“Selamat datang… Maaf Mas, mau pesan apa ?”

Dengan nada ragu, malu, dan takut Harun berkata dengan sejujurnya bahwa Ia sangat lapar tapi tak memiliki uang untuk membayar. Ia hendak meminta sebungkus nasi putih dan segelas air.

“Pak, bolehkan kami meminta sebungkus nasi putih, tapi maaf kami tak punya uang untuk membayarnya”. Seketika perasaan Harun dan Asman menjadi pesimis. Mereka mengira bapak ini akan mengusir dan mencaci maki mereka, tapi apa yang disangka ternyata berbeda.

“Oh.. tentu saja. Sebentar saya ambilkan !”, Pak Yono pemilik warung ini akhirnya membungkus sepiring nasi dan kemudian memberikanya kepada harun dan Asman.

“Ini nak, bawa pulang saja. Gratis untuk kalian !.” Pintanya

“Terimakasih kasih, pak !”. jawab Asman dan Harun

“Sama-sama.. jangan sungkan-sungkan untuk kembali lagi kesini !.”

Merekapun berlalu dari warung makan dengan membawa sebungkus nasi untuk mereka makan bersama. Sesampainya di kos betapa kagetnya mereka ketika bapak pemilik warung sangat baik hati dengan menyelipkan dua potong daging diantara nasi putih, dan mereka pun bertekad akan memebalas kebaikan bapak pemilik warung.

Lima tahun pasca kelulusan. Harun telah bekerja di salah satu perusahaan multi nasional Ia menjabat sebagai Manajer Operasional. Kini Ia telah menjadi orang penting. Gajinya tinggi. Hidupnya penuh dengan kemewahan layaknya para bos eksekutif. Kini Ia tak lagi hidup menderita seperti saat masih duduk di bangku kuliah dengan mengharapakan uang beasiswa dari pemerintah. Berbeda dengan Harun, Asman tak pernah lagi terdengar kabarnya. Kemanakah sahabat karib yang selalu bersamanya semasa kuliah. Dimanakah Ia tinggal ? Bagiamana keadaannya ?. bagai hilang ditelan bumi Asman benar-benar menghilang. Harun berusaha mencari tahu keberadaan rekannya itu tapi tidak ada satupun kerabat dekat yang bisa dihubungi, teman-teman lain pun tak pernah tahu dimana sebenarnya Asman, pemuda lucu, penyabar, baik hati, dan setia kawan itu tak ada jejaknya selain dokumentasi foto yang masih disimpan rapi oleh Harun.Terlepas perhatiannya dari Asman. Harun teringat kembali tentang jasa seorang pemilik warung yang telah memberi mereka sebungkus nasi. Kali ini Ia berencana menemui pemilik warung tersebut dengan maksud menyampaikan rasa terima kasih serta membalas kebaikannya.

Sesampainya di dapan warung, Harun sedikit terkejut dan kagum. Bagaimana tidak warung nasi kecil itu kini telah berubah menjadi restoran besar dan mewah. Akhirnya Harun memberanikan diri masuk ke dalam restoran tersebut. Di sudut ruangan seorang bapak dengan wajah familiar tersenyum lembut kepadanya. Ya, itu adalah Pak Yono, sang pemilik warung.

“Assalamu’alaikum.. masih ingatkah bapak dengan saya ?”. Sapa Harun

“Wa’alaikumsalam, tentu saja aku masih ingat. Mari-mari silakan duduk!.” Pak Yono mempersilahkan duduk dan kemudian mengajaknya berbincang sambil menikmati menu andalan restoran tersebut.

Mereka saling bertanya kabar, saling bertanya tentang perjalanan kehidupan masing-masing. Obrolan dimulai dari sang pemilik resto Pak Yono, beliau bercerita bagaimana restoran ini berkembang dari waktu ke waktu berkat bimbingan dan arahan dari pemegang saham, keuletan dan kerja keras para karyawan, serta keikhlasan dan ketulusan para pengunjungnya. Begitu pula Harun, Ia dengan semangat menceritakan bagaimana Ia bisa menjadi seperti saat ini, Sebelum lulus kuliah Harun sudah dihubungi oleh beberapa perusahaan besar untuk ditempatkan pada posisi yang strategis. Sebuah cerita yang sangat inspiratif.

Hingga pada suatu momen Harun bercerita tentang Asman yang dulu datang bersamanya. Harun berkata bahwa Ia kini tak mengetahui lagi keberadaan rekannya itu. Ia terus bercerita tentang kebaikan, sifat, dan karakter dari sahabat karibnya. Pak Yono pemilik warung yang kini berkembang menjadi restoran hanya tersenyum mendengarkan cerita dari Harun sambil sesekali menyela untuk memperjelas. Hingga pada suatu ketika Pak Yono pemilik warung itu berkata.

“Nak, tahukan engkau siapa temanmu itu ?”.

“Maksud bapak ?”Harun sama sekali tak mengerti apa yang beliau katakan. Tapi untuk menjawab rasa penasarannya Ia harus diam dan mendengarkan dengan seksama. Pak Yono kembali melanjutkan perkataanya.

“Temanmu dulu yang pernah datang kemari bersamamu sebenarnya adalah pemilik restoran ini”.

Harun semakin bingung dan penasaran Ia hanya terdiam dengan setengah mata yang menjulur keluar menggungkapkan rasa terkejutnya.

“Saya ini dahulu adalah seorang pengemis, yang kemudian bertemu dengan kawanmu itu. Ia menyuruhku berhenti mengemis dan menawarkan kerjasama untuk membuka sebuah warung. Saya pengelolanya, dia investornya. Sebenarnya potongan daging yang kumasukkan ke dalam bungkusan nasi yang kalian bawa adalah perintah darinya. Justru saya yang binggung terhadapmu, Nak. Mengapa kau sama sekali tak mengenal temanmu itu ?”.

“Memangnya siapa dia, Pak ?”. Tanya harun semakin penasaran.

“Dia adalah Abdurahman As-Sulaiman. Seorang pengusaha muda yang sangat sukses.”

Jantung Harun serasa mau copot, darahnya seakan berhenti mengalir, pikirannya seperti masuk dalam dimensi lain. Betapa sangat terkejutnya Ia, betapa sangat bodohnya Ia sampai-sampai tak menyadari bahwa temannya itu adalah seorang Milyader besar, Ia termasuk orang yang paling berpengaruh di negeri ini. Di usia yang sangat muda. dua perusahaan dibidang IT, 16 cabang rumah makan, serta dua yayasan pendidikan, berhasil Ia dirikanpada usia 20 tahun.

Pak Yono melanjutkan ceritanya. “Semasa kecil Abdurahman As-Sulaiman hidup sebatang kara, tapi ia seorang pekerja keras dengan tekad yang membaja sehingga Ia mampu membalikkan keadaanya. Dan ia bertekad untuk mengamalkan apa yang dia miliki tanpa sepengetahuan siapa yang ia beri. Termasuk saya”.

“Tapi sepengetahuan saya Ia berjualan kue kering ketika masih kuliah, keadaan kami pun tak jauh berbeda. Bagaimana mungkin Ia adalah Abdurahman As-Sulaiman ?.” Tanya Harun meyakinkan.

“Sepertinya kau benar-benar tertipu dengan penyamarannya anak muda.... Hahahaaa.” Pak Yono tertawa. Kemudian melanjutkan “Seperti itulah tingkahnya, Ia menjalankan aktivitasnya ketika kau tak bersamanya”.

Ada perasaan kecewa pada diri Harun mengapa sahabatnya itu berlaku demikian, tapi di sisi lain ada kebanggan karena selama ini Ia bersahabat dengan orang besar yang rendah hati. Sebuah pelajaran yang begitu berharga diajarkan oleh Asman. Kesederhanaan, Ketulusan, dan Keberanian menjalani hidup. Semakin besar rasa cinta Harun pada sahabatnya ini.

“Apakah bapak tahu keberadaan sahabat saya itu ?”. Tanya Harun

“Sekarang beliau ada sebuah pedalaman. Menjadi relawan pengajar di sana”. Jawab pak Yono.

Berbekal informasi dari Pak Yono harun berangkat menemui sahabatnya. Ia terbang mengunakan pesawat pribadinya. Terbang melayang melintasi samudra biru menuju sebuah pulau terpencil di perbatasan negeri ini. Jantung Harun berdetak kencang, rindu dalam hatinya begitu menggelora. Setelah melewati luasnya lautan, rimbunya hutan, dan terjalnya pegunungan. Sampailah Harun pada sebuah bilik kecil nan reot. Di sana tinggal seorang guru yang luar biasa, baik hati, berbudi pekerti, yang mengajarkan tentang arti hidup dan kerendahan hati, dengan sikap yang santun dan bersahabat. Dialah Abdurahman As-Sulaiman alias Asman sahabatnya. :D

HABISSS.......


No comments:

Post a Comment